kitab 4
HAKIKAT TAUHID
Sejatinya manusia adalah jirimnya tidak salah yaitu Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam, tapi sekarang sudah tiada hanya tinggal ghaibnya, setiap umat juga tidak luput punya ketetapan, harus oleh ghaibnya manusia “ barang” yang sudah pasti, jika di cari ilmunya, pasti bisa ketemu dan mengerti kepada ghaibnya manusia, jika ingin ketemu ghaibnya tentu harus oleh ghaib lagi melalui Ilmu jalannya dengan tharekat, sesudah itu barulah bisa Tauhid, tahu kepada ghaibnya diri manusia yang sejati, ibaratnya ; Ada sebuah pisang matang di piring, apa yang akan menjadi tujuan? Jika RASA menjadi tujuan adalah salah, karena rasa sudah pasti ada di mulut/di lidah bukan ketetapan, jika pisang mempunyai rasa, tentu saja pisang bisa bergerak seperti hewan, jadi yang di tuju adalah MANIS nya saja, buktinya kita tidak mau memakan pisang yang masih muda dan kesat yang belum ada manisnya kecuali jika kita bernafsu ingin memakan pisang yang kesat, jadi yang namanya rasa itu sudah ada, sudah tetap, di manusia juga pasti. Wujud pisang tidak punya RASA hanya punya MANIS, manis adalah ghaib, terasa manis tapi tidak ada jirim, ada tapi tidak ada rupa, manisnya pisang tidak akan di dapat dan terasa, jika wujud pisang tadi di biarkan dan tidak dimakan, wujud pisang tidak dirusak, tidak dimakan sampai lembut, tentu saja tidak akan bertemu dengan WUJUD MANIS nya yaitu sejatinya pisang tadi Begitu juga dengan manusia harus tahu kepada ghaibnya diri, ada tapi tidak kelihatan, akal juga begitu, harus bisa membongkar diri, membongkar wujud sendiri, seperti membongkar kelapa, supaya menghasilkan minyaknya, yaitu manusia yang sejati/ghoib diri. Mautu anta qoblal maut, rusak merasa tidak punya diri, saking fananya, khusyu kepada Yang Maha Agung, lupa kepada raganya, tidak merasa punya raga, hilang jasmani, sirnanya Alam Dunia, berada di Alam Baathin, nyatanya manusia ghaib yang ada, tidak ada sifatnya, waktu melihat, pada waktu Tajalinya Allah dengan diri manusia, ketika ruhaninya shalat, manusia ghaib, ada tapi tidak ada rupa, tidak akan samar dan ragu kepada ghoib dalam diri. Sekarang tinggal mengatur prilaku wujud, sepanjang berada di alam dhohir, kesucian prilaku, ngaji prilaku jasmani di jaga, mumpung masih di dunia, bandingannya adalah rencana Iblis yang merancang kepada nafsu, mengajak menjauhi Allah, perlahan tapi pasti, sedikit demi sedikit di iming –imingi dengan rupa-rupa kesenangan, ketertarikan, kesukaan, kemewahan Alam Dunia, siang dan malam tidak kurang penggodanya sang Idajil. Di antara hidayah dan kesesatan ada sebuah HATI, dan hidayah itu sangat langka dan tidak selalu datang dengan bungkusan yang indah dan mahal tapi terkadang hidayah di bungkus dengan bungkusan yang kotor, kumal dan bau, yang belum tentu setiap orang mampu menerimanya ataupun membelinya, begitu juga dengan kesesatan terkadang di bungkus dengan bungkusan yang rapi, indah dan mahal hingga mampu menarik perhatian setiap orang. Jalan menuju Surga di raih dengan ILMU Jalan menuju Neraka di raih dengan HAWA NAFSU Penghalang hati adalah Iblis, HATI adalah tempatnya Itiqod/Tekad [Akar TAUHID], dengan Itiqod itulah masing-masing orang menentukan arahnya, apakah akan menuju kepada hidayah ataukah sedang menuju kepada kesesatan, Sifat Allah adalah NETRAL, Allah sudah membekali dengan kitab Qur’an sebagai petunjuk... Harus hati-hati menjaga jasmani, harus kuat berpegangan kepada Allah, memohon pertolongan Allah, berlindung siang dan malam. Insya Allah bahagia dunia dan akhirat, jika ber-Tauhid kepada Allah, Iman pasti kuat, susah untuk ditarik oleh Iblis, sebab sudah terkena syafa’at oleh mu’jizat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam.
Comments
Post a Comment